Thursday, April 22, 2010

‘Gas OPEC’ holds glut talks

[ The National ]
by Tamsin Carlisle



Eleven of the world’s leading gas exporters have met in Algeria to discuss how to cope with a supply glut that could last for years.


The Gas Exporting Countries Forum (GECF), which has been dubbed the “gas OPEC”, appears to be growing more organised. But there was little evidence yesterday it would agree on a workable strategy for propping up sagging spot market prices for natural gas.


Algeria, which is hosting the meeting at its port of Oran, near the country’s biggest liquefied natural gas (LNG) export terminal, has for the first time called for supply cuts.


But other big exporters including Russia and Qatar seemed unconvinced this week that such a move would be effective, and wanted to discuss how to prevent the ready availability of spot supplies from undercutting long-term contracts. The UAE is not a member of the forum.


In the run-up to yesterday’s ministerial meeting, Chakib Khelil, the Algerian energy minister, had softened his stance and was no longer talking explicitly about cutting exports.


“A new model of co-operation is to be devised, beneficial to all,” Mr Khelil said before the meeting. “I think we should work towards a stable international gas trade through efficient use of world energy resources.


“The elements we should discuss today could constitute the basis for the definition of all possible options for implementation of all appropriate strategies for their achievement.”


Mr Khelil blamed the significant drop in spot market gas prices, which have fallen 28 per cent in the US since the start of this year to about $4 per million British thermal units, on the global economic crisis and new production technologies that have unlocked large volumes of unconventional “shale gas” in the US, ending the country’s reliance on imports.


A “fair” price for gas, he proposed, would be based on thermal equivalency with oil, giving a gas price of between US$13 and $14 per million British thermal units when crude is priced at $80 a barrel.


Abdullah al Attiya, the Qatari energy minister, said on Sunday he shared Mr Khelil’s position on “the question of fair gas prices”.


“The most important thing for us is to establish an appropriate price for gas indexed to the price of oil,” Mr al Attiya said.


Sergei Shmatko, the Russian energy minister, said gas producers should work together to limit the impact of spot sales on their long-term deals, as consumers sought to reduce what they purchased under long-term contracts, making up the difference with cheaper spot supplies.


“The spot market is also important, but it should not start to compete with long-term contracts in the form that is happening today,” Mr Shmatko said.


“We supply within the framework of long-term contracts, and we believe that other suppliers should or could express their approach to that and join with us.”


The GECF, made up of the holders of 70 per cent of the world’s gas reserves, has never before co-ordinated supply policy. Analysts said the group was now being forced to consider such action because the unexpectedly low prices were squeezing their export revenues.


Russia holds the world’s largest gas reserves and is the leading gas exporter, while Qatar is the biggest LNG exporter. Algeria is also a major gas exporter by pipeline and tanker, and was among the first countries to export LNG.


The GECF was expected to issue a statement after the meeting.


tcarlisle@thenational.ae




The original version of this story stated that the UAE was a member of the Gas Exporting Countries Forum. In fact, it is not a member.

Tuesday, April 20, 2010

ICI pertanyakan komitmen Bank Dunia

Oleh: Nurbaiti

JAKARTA (Bisnis.com): Masyarakat Perbatubaraan Indonesia (Indonesia Coal Society/ICI) mempertanyakan implementasi komitmen Bank Dunia yang menyiapkan dana sekitar US$200 juta-US$300 juta untuk membantu Indonesia meningkatkan efisiensi energi dan menekan penggunaan emisi gas rumah kaca.

Dalam laporan yang disampaikan oleh Senior Energy Specialist Bank Dunia Xiaodong Wang, Bank Dunia menyarankan agar Indonesia mengubah tren konsumsi energi dari batu bara ke energi terbarukan, seperti penggunaan geothermal dan gas alam.

Menurut Direktur ICI Singgih Widagdo, dukungan Bank Dunia terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia sampai 26% seharusnya juga bisa direalisasikan tanpa harus mengurangi penggunaan batu bara sebagai sumber energi.

Pasalnya, katanya, rerata produksi batu bara Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kebutuhan.

“Terus terang kami respect dengan segala upaya apapun untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Pertanyaannya sekarang, apakah komitmen Bank Dunia itu real dan implementasinya seperti apa? Saya melihat yang benar-benar
renewable energy di Indonesia itu kan geothermal dan batu bara tidak. Tetapi persoalannya, geothermal kan berhadapan dengan regulasi,” katanya hari ini.

Di sisi lain, dia melanjutkan penggunaan batu bara sebagai energi ramah lingkungan hanya terkendala dengan keterbatasan teknologi karena, mengingat tingkat produksinya cukup tinggi.

Menurut dia, Bank Dunia seharusnya juga bisa meningkatkan pemanfaatan batu bara tanpa harus merusak lingkungan dengan meminimalkan biaya dengan bantuan transfer teknologi.

“Itu [implementasi teknologi] yang belum terjawab. Kalau hanya sekedar pemanfaatan geothermal, masih bermasalah dengan regulasi. Batu bara itu, produksinya terlanjur tinggi sekali dibandingkan dengan
demand. Sekarang, seberapa jauh Bank Dunia bisa berbuat sehingga batu bara lebih dipandang sebagai energi ramah lingkungan, bukan sebagai komoditas,” tutur Singgih.

Sementara itu, Senior Energy Specialist Bank Dunia Xiaodong Wang dalam laporannya mengatakan komitmen Bank Dunia itu sejalan dengan potensi sumber panas bumi terbesar duni yang dimiliki Indonesia.

Selain itu, katanya, pemerintah juga memiliki cetak biru untuk mengembangkan tenaga panas bumi dengan kapasitas setidaknya 6.000 MW hingga 2020.

“Indonesia mempunyai kemampuan hingga 27 giga watt energi dari panas bumi,” ujarnya.

Hanya saja, lanjut dia, walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi soal panas bumi, tetapi masih diperlukan persyaratan wajib bagi perusahaan listrik untuk membeli tenaga panas bumi pada tarif
feed-in tetap. (wiw)

Prancis Berpeluang Investasi Biofuel di RI

textTEXT SIZE :
[ OkeZone ]
by Wilda Asmarini - Okezone

JAKARTA - Pertemuan pihak Kementerian ESDM dengan delegasi Prancis hari ini membuka peluang Prancis untuk kembali berinvestasi di Indonesia. Investasi tersebut tidak hanya untuk proyek domestik, tapi juga untuk proyek ekspor seperti proyek biofuel.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Legowo saat ditemui usai bertemu dengan delegasi Prancis di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (7/4/2010).

"Dia (delegasi Prancis) bilang salah satunya memberikan pendanaan untuk proyek yang tidak hanya domestik tetapi juga ekspor. Misal biofuel kan ada potensi untuk ekspor, saya dorong untuk ekspor," tutur Evita.

Sementara untuk proyek LNG, menurutnya investor Prancis tersebut tengah mempertimbangkannya. Mereka, lanjutnya, baru memberikan Euro 10 miliar ke PNG LNG Project.

"Mereka (investor Prancis) baru memberi 10 miliar euro ke PNG LNG project, proyek harus ada yang untuk eskpor, tetapi itu pun harus ada keterlibatan pemerintah," tukasnya.

Terkait LNG, Evita menuturkan bahwa investor Prancis tersebut juga mempertanyakan aturan pemerintah tentang LNG. Menurut Evita, pemerintah lebih mendahulukan domestik.

Tapi menurutnya pemerintah menyadari gas tidak bisa diproduksi bila mencapai harga keekonomian. "Karena kalau tidak sampai keekonomian, tidak ada yang mau mengembangkan," tandasnya.

Dalam kesempatan ini Evita juga menyebutkan APBNP untuk harga minyak (ICP) saat ini sementara sebesar USD77 per barel. Salah satu faktor pemicunya yaitu buruknya kondisi cuaca dunia.
(ade)

Ilmuwan Indonesia di Jerman Siap Mentransfer Teknologi Energi

Oleh : Suhendra

KabarIndonesia - Berlin, Memanfaatkan liburan weekend panjang di Jerman, beberapa ilmuwan dan mahasiswa Indonesia melakukan silaturahmi dan bincang-bincang guna menyatukan pandangan depan untuk mentransfer teknologi energi dan lingkungan yang bermanfaat untuk Indonesia. Silaturahmi dilaksanakan di Indonesisches Weisheits und Kulturzentrum (Pusat Kearifan Budaya dan Kultur Indonesia) dihadiri antara lain oleh Dr.-ing Yul Y. Nazaruddin (Atase Pendidikan Nasional KBRI Berlin), Dr.-ing. Suhendra (Peneliti material dan lingkungan di BAM Federal Institute for Material Research and Testing/ Lembaga riset federal Jerman di bidang material), Dr. rer.nat Makky Sandra Jaya (Peneliti reservoar panas bumi di GFZ German Research Centre for Geosciences/Pusat riset nasional Jerman di bidang ilmu kebumian) dan Teuku Reiza Yuanda (Kandidat doktor geologi dan tektonik di GFZ) dan beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Berlin.

Dukungan P
emerintah
Dr.-Ing. Yul Nazaruddin menjelaskan, bahwa pemerintah melalui KBRI Berlin mendukung sepenuhnya kegiatan mahasiswa dan peneliti Indonesia di Jerman yang akan berkontribusi bagi kemajuan teknologi di tanah air. Di Berlin saat ini tidak kurang 600 mahasiswa Indonesia dari jenjang S-1, S-2 dan S-3 hingga PostDoc belajar di kota ini. KBRI Berlin juga memfasilitasi berbagai pertemuan antara institusi dari Indonesia dengan instititusi dari Jerman dalam rangka kerja sama transfer pengetahuan dan alih sains dan teknologi dari Jerman ke Indonesia serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia Indonesia. Dari sekian banyak pertemuan yang dipromotori oleh Atdiknas KBRI Berlin, riset tentang energi dan lingkungan menjadi bahasan penting antara pemerintah Indonesia dan Jerman. Oleh karena itu, Dr. Yul berharap bahwa peran peneliti Indonesia di Jerman dapat menjadi katalisator kerja sama sains dan teknologi Jerman - Indonesia, terutama sains dan teknologi energi dan lingkungan yang saat ini bukan hanya menjadi kepedulian bangsa Indonesia tetapi juga dunia.

Alih pengetahuan
Contoh proyek penelitian teknologi Jerman - Indonesia yang dalam waktu dekat adalah dilakukan oleh peneliti Indonesia di Jerman adalah penelitian energi panas bumi. Salah satu ilmuwan Indonesia yang menjadi motor proyek ini adalah Dr.rer.nat Makky Sandra Jaya. Dr. Makky menjelaskan, bahwa Indonesia memiliki sumber energi panas bumi terbesar di dunia. Bila pemerintah bisa menggali potensi besar energi panas ini maka akan berkontribusi menyalurkan kebutuhan energi bagi kemakuran rakyat Indonesia. Untuk merealisasikan kerjasama riset Jerman-Indonesia, dalam waktu dekat Dr. Makky akan berangkat ke Indonesia beserta tim yang terdiri 20 orang yang berasal dari Profesor di tiga universitas di Jerman, para pakar teknologi panas bumi di Jerman dan perusahaan eksplorasi panas bumi Jerman.

Organisasi Ilmuwan Indonesia di Luar Negeri
Dr.-ing Suhendra yang saat ini menjabat sebagai Ketua Klaster Energi dan Lingkungan di Ikatan Ilmuwan Indonesia International (I-4), mengatakan bahwa saat ini terdapat fenomena kenaikan antusiasme peneliti dan mahasiswa Indonesia untuk menekuni bidang riset atau studi di bidang energi, baik itu energi terbaharukan maupun energi fosil di luar negeri, terutama Eropa. Oleh karenanya, Suhendra menjelaskan bahwa ini adalah tantangan bersama bagaimana antusiasme dan potensi para ilmuwan Indonesia di luar negeri tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemajuan sains dan teknologi di bidang energi di tanah air. Aktivitas kluster energi dan lingkungan I-4 saat ini sedang dimulai pada tahapan diskusi, berbagi pengalaman dan mengkaji perkembangan sains dan teknologi energi dan lingkungan, terutama bidang energi terbarukan serta penerapannya di Indonesia. Harapan ke depan, kluster energi dan lingkungan I-4 mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai kegiatan riil dan berdayaguna tinggi yang bisa bermanfaat untuk pengembangan riset, transfer sains dan teknologi dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, serta dapat diaplikasikan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Konferensi Energi Terbaharukan di Berlin
Sementara dari kalangan pelajar hadir Teuku Reiza Yuanda yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Litbang I-4. Pria yang akrab disapa Ipon ini memaparkan mengenai perkembangan kegiatan yang diketuainya yaitu Renewable Energy Conference (Renews) pada bulan Oktober 2010 yang sedang masuk ke dalam tahapan permintaan dukungan resmi dari berbagai institusi pemerintahan di Indonesia dan Jerman. Renews 2010 adalah sebuah kegiatan multi-sesi selama dua hari dengan tema "Toward the Sustainability of Renewable Energy" yang mengambil momentum Wissentschaftsjahr(tahun ilmu pengetahuan Jerman) dengan harapan bahwa sisi positif semangat dan keuletan negara Jerman dalam membangun sains dan teknologi terdepan di dunia bisa diambil pelajarannya oleh para pejabat, pakar, ilmuwan dan mahasiswa Indonesia di dalam maupun di luar negeri yang menghadiri acara ini. Hal tersebut sesuai dengan tujuan Renews 2010, yaitu untuk menjembatani, mendistribusikan dan menyebarkan informasi-informasi mengenai energi terbaharukan antara Indonesia dan Jerman. Gambaran umum tentang Renews ini terdapat dihttp://www.renews2010.de.