Friday, October 26, 2007

Emil Salim: Energi Biofuel Seharusnya Prioritas Terendah

[ Republika ]

Jakarta-RoL--
Pakar lingkungan hidup, Emil Salim mengatakan, energi biofuel yang kerap digembar-gemborkan pemerintah seharusnya menjadi prioritas terendah setelah seluruh alternatif sumber energi lainnya diberdayakan.

"Biofuel harusnya diletakkan sebagai prioritas yang paling rendah setelah kita kembangkan sumber-sumber energi lain seperti panas matahari, angin, dan sungai," katanya dalam diskusi tentang "Global Warming" yang diselenggarakan Universitas Paramadina di Jakarta, Jumat.

Emil Salim yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden Wantimpres) itu menuturkan, energi biofuel berasal dari "palm oil" atau pohon kelapa sawit sehingga membutuhkan banyak lahan untuk menanam tanaman tersebut.

Hal itu, lanjut Guru Besar Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Indonesia itu, tentu saja terasa kontradiktif dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang luas lahannya relatif lebih sedikit dibandingkan luas lautannya.

"Tanah di Indonesia seharusnya 'diselamatkan' terlebih dahulu untuk mencukupi bahan pangan," kata mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup itu. Selain itu, Emil merasa kecewa karena tidak sedikit pohon kelapa sawit di tanah air yang ternyata tidak ditanam di tanah yang terdegradasi tetapi pada daerah hutan.

Sementara itu, pembicara lainnya yaitu Juru Kampanye Iklim dan Energi Asia Tenggara untuk Greenpeace, Nur Hidayati mengemukakan bahwa merupakan hal yang ironis untuk mengedepankan pemakaian biofuel karena kebutuhan untuk energi terbarukan seperti biofuel itu juga mempercepat laju kerusakan hutan di tanah air.

"Permintaan minyak kelapa sawit yang lebih banyak dari negara maju seperti negara di benua Eropa untuk memperoleh energi biofuel akan mempercepat laju deforestasi (kerusakan hutan-red)," kata Nur Hidayati. Laju deforestasi akan bertambah, ujar dia, karena pembukaan lahan untuk tanaman kelapa sawit di lahan gambut seperti yang terjadi di Provinsi Riau dan Pulau Kalimantan membutuhkan pembersihan secara total yang dilakukan dengan cara dibakar.

Sedangkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Chalid Muhammad menyerukan kepada pemerintah agar mencabut izin pengelolaan dari perusahaan yang memiliki daerah lahan atau hutan yang terbakar. "Ini karena hanya ada dua kemungkinan, yaitu lahan atau hutan tersebut sengaja dibakar atau perusahaan tersebut lalai dalam mengontrol kebakaran," kata Chalid. antara/mim

No comments: